Sejak masa kolonial, pengangkatan anak telah diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 dan hingga saat ini telah banyak peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengangkatan anak, beberapa di antaranya yaitu:
-
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
-
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Peraturan Menteri Sosial Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.
Dalam hukum positif Indonesia, pengangkatan anak dapat dilakukan sebagai upaya dalam pelaksanaan perlindungan bagi anak. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam pasal 1 angka 9 ditegaskan bahwa bahwa Anak Angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Dalam hal akibat hukum pengangkatan anak terhadap harta benda, dalam berbagai hukum di daerah di Indonesia, kedudukan hukum anak angkat adalah sama dengan anak keturunan sendiri, termasuk dalam hal untuk mendapat warisan kekayaan dari orang tua angkatnya saat orang tua angkatnya meninggal dunia. Dalam Staatsblad Nomor 129 Tahun 1917 yang menjelaskan bahwa seorang anak angkat dengan anak anak kandung dari orang tua angkat mempunyai hak yang sama. Oleh karena itu, anak angkat dalam keluarga memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandung atau anak yang terlahir dari orang tua angkatnya. Hal itu pun bisa menimbulkan akibat terhadap persamaan hak dan kewajiban yang dipunya oleh anak angkat termasuk dalam pembagian harta warisan orang tua angkatnya jika telah meninggal dunia. Praktek pengangkatan anak tersebut dikenal dengan Adoptio Plena, yaitu adopsi yang menyeluruh dan mendalam sekali akibat hukumnya. Peraturan hibah wasiat ini dikenal dalam hukum waris menurut KUHPerdata dengan nama testamen yang tercantum dalam Buku II Bab XIII, yang mengatur tentang Ketentuan umum surat wasiat, kecakapan seseorang untuk membuat surat wasiat atau untuk menikmati keuntungan dari surat wasiat, bentuk surat wasiat, warisan pengangkatan waris, hibah wasiat, pencabutan dan gugurnya wasiat.
Mengenai surat wasiat atau testamen ini dipertegas dalam Pasal 875 BW yang menyebutkan pengertian tentang surat wasiat atau testamen adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali, wasiat menurut II BAB XIII Pasal 875 KUHPerdata dapat berisi pengangkatan waris (erfstelling), atau hibah wasiat (legaat). Menurut pasal 954 KUHPerdata, Erfstelling adalah penetapan dalam testamen, yang tujuannya bahwa seorang yang secara khusus ditunjuk oleh orang yang meninggalkan warisan untuk menerima semua harta warisan atau sebagian (setengah, sepertiga) dari harta kekayaannya. Sedangkan legaat, menurut pasal 957 KUHPerdata menyebutkan bahwa seorang yang meninggalkan warisan dalam testamen menunjuk seseorang yang tertentu untuk mewarisi barang tertentu atau sejumlah barang yang tertentu pula, misalnya rumah atau kendaraan atau juga barang-barang yang bergerak milik orang yang meninggalkan warisan, atau hak memetik hasil atas seluruh sebagian harta peninggalannya.
Dapat disimpulkan bahwa, Pengangkatan anak menurut hukum Perdata, mempunyai pengaruh atas akibat hukum mengenai harta benda, status anak angkat yang berubah menjadi anak dari orang tua angkatnya dan memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandungnya. Dengan demikian besar bagian warisan yang diperoleh anak angkat akan sama besar dengan yang diperoleh anak kandung dari orang tua angkatnya. Dalam hal pewarisan terhadap anak angkat, maka dikembalikan kepada hukum waris orang tua angkatnya.